Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, berhasil menggelar kegiatan webinar dengan tema “Akar dan Identitas Islam di Asia Tenggara”. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan tentang akar dan identitas Islam di Asia Tenggara Selain itu, kegiatan ini dapat memberikan perspektif dalam penelitian dengan tema Sejarah Islam di Departemen Sejarah.

Webinar Akar dan Identitas Islam di Asia Tenggara dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 20 Juni 2025 secara daring melalui platform Zoom Meeting. Narasumber pada kegiatan ini adalah Prof. Dr. Syed. Khairrudin Aljunied dari National University of Singapore, dan Mukhamad Sokheh, S.Pd., M.A., Ph.D., dari Universitas Negeri Semarang, dan dimoderatori oleh Dr. Rabith Jihan Amaruli, M.Hum., dari Universitas Diponegoro. Kegiatan ini dibuka oleh Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Alamsyah, M.Hum. Selain itu, Ketua Departemen Sejarah, Prof. Dr. Dhanang Respati Puguh, M.Hum., juga memberikan sambutan dalam kegiatan ini. Kedua narasumber memaparkan tentang kajian sufisme di Asia Tenggara dan Islam di Nusantara. Kegiatan ini berhasil menarik minat kalangan pegiat Islam, santri, dan mahasiswa dan seluruhnya berjumlah 47 peserta.

Gambar 1. Tangkapan Layar Webinar Akar dan Identitas Islam di Asia Tenggara
Sumber: Dokumentasi Panitia
Kegiatan ini berlangsung selama 2 jam dengan pemaparan materi dari dua narasumber, dan diskusi dengan peserta webinar. Narasumber yang pertama, Prof. Dr. Syed. Muhamad Khairuddin Aljunied, menjelaskan tentang peran sufi dalam Islam di Asia Tenggara. Khairuddin mengkritik pandangan ilmuwan barat yang melihat sufisme sebagai hal yang berjarak dengan Islam, bahkan cenderung negatif. Salah satunya adalah pendapat Khairuddin justru melihat bahwa sufisme memiliki tradisi yang dialogis. Lebih lanjut, ia mengemukakan bahwa sufisme memiliki tiga aspek yang saling memperkuat, yaitu aspek transendental, transformasional, dan transmital. Sufisme memiliki konsep ketuhanan dalam Islam, menekankan transformasi, dan mewariskan pengetahuan pada orang lain atau masyarakat secara luas. Khairuddin menjelaskan konsep sufism warrior, bahwa sufi yang sebenarnya adalah sufi yang terus berjuang. Selanjutnya, Kharuddin menjelaskan tentang tiga tipe perjuangan sufi, yaitu protagonist, protectionist, dan purist. Tipe protagonis adalah sufi yang berperan dalam memperjuangkan perluasan wilayah, contohnya adalah Sultan Agung dari Kerajaan Mataram Islam. Tipe proteksionis adalah sufi yang melindungi Islam dari serangan golongan lain, misalnya kolonialisme. Selanjutnya, tipe purist, atau memiliki cita-cita dalam memurnikan agama Islam.
Narasumber selanjutnya adalah Mukhamad Sokheh, S.Pd., M.A., Ph.D., dari Universitas Negeri Semarang yang menyampaikan materi tentang Islam di Nusantara. Sokheh menjelaskan berbagai karakteristik Islam yang ada di Nusantara. Selain itu Sokheh juga menjelaskan hasil kebudayaan yang terbentuk pada masa Islam di Nusantara, antara lain adalah lagu. Salah satu lagu yang dicontohkan dalam pemaparan ini berjudul sluku-sluku bathok yang naskah berbahasa Jawa dialihbahasakan ke dalam bahasa Arab.
Diskusi berlangsung aktif dan dinamis. Diskusi dilakukan dengan membuka sesi pertanyaan dan tanggapan dari peserta webinar yang memanfaatkan fitur raise hand, dan bertanya melalui kolom chat. Pertanyaan datang dari Aslama Nanda yang memperkuat pendapat Khairuddin tentang Islam di Asia Tenggara. Pertanyaan dan tanggapan selanjutnya diberikan oleh Ahmad Fauzan melalui kolom chat. Fauzan memberikan pertanyaan tentang sebab perkembangan Islam yang cenderung pelan atau lambat di Nusantara. Menurut Sokheh, kolonialisme merupakan salah satu sebab kemunduran Islam di Nusantara. Webinar ditutup dengan kesimpulan yang diberikan oleh Dr. Rabith Jihan Amaruli, M.Hum., dan pemberitahuan tentang rangkaian acara webinar mendatang.