Departemen Sejarah Undip– Kuliah umum dengan tema “Aplikasi Sejarah di Luar Dunia Akademik” dibuka dengan pernyataan reflektif oleh Ketua Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Dr. Dhanang Respati Puguh, M.Hum. Selama ini, ada keraguan dan kegamangan mahasiswa sejarah tentang masa depan. Hal itu seringkali diartikulasikan dengan pertanyaan bernada getir, yang bahkan datang dari mahasiswa itu sendiri, “setelah lulus, saya besok mau kerja apa?”
Kuliah Umum bersama Dr. Harto Juwono, M.Hum., konsultan BUMN, bertujuan untuk mendekonstruksi pemahaman mengenai hal itu. Kuliah ini digelar melalui platform Ms. Teams pada Sabtu (18/07/2020). Mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia turut aktif dalam kuliah ini, antara lain dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Pertahanan, Institut Agama Islam Negeri (UIN) Kediri, dan lainnya.
Dr. Harto Juwono membuka diskusi dengan sederet pertanyaan kritis, “apa benar ilmu sejarah tidak bermanfaat bagi masalah publik? lantas, apa yang dibutuhkan masyarakat? apakah masyarakat hanya ingin mendengar cerita dan fakta tentang masa lalu? ataukah menginginkan manfaat lanjutan?” Jawabannya tentu saja jelas, sejarah akan bernilai jika ditampilkan bukan sebagai kronik atau fakta-fakta masa lalu saja, melaikan juga sebagai bekal untuk memecahkan persoalan kekinian (problem solving). Jika eksistensi sejarawan hanya berfungsi sebagai pengkisah masa lalu, tanpa menjadi pemecah terhadap persoalan kekinian, maka posisi sejarawan di mata masyarakat belum lah berdaya jangkau luas.
Sejarawan memiliki ruang yang lebih terbuka untuk berkontribusi secara lebih. Dr. Harto Yuwono,M.Hum., adalah contoh konkret bagaimana lulusan Program Sejarah dapat mendayagunakan ilmu sejarah untuk memecahkan persoalan kekinian. Meskipun berkecimpung di dunia luar sejarah sebagai konsultan BUMN, tetapi ia mampu memanfaatkan ilmu sejarah yang diperoleh dari bangku kuliah secara optimal. Salah satu ilmu yang memiliki kontribusi signifikan dalam pencapaian kariernya adalah Bahasa Belanda. Kelihaiannya dalam membaca manuskrip kuno dengan huruf-huruf Paleograf yang artistik, juga kerap kali memberinya kesempatan sebagai saksi ahli dalam berbagai sengketa agraria, misalnya berkaitan dengan status kepemilikan tanah. Dalam posisi ini, sejarawan sangat berperan penting dalam mengkritisi dokumen sejarah yang dihadirkan di meja persidangan. Hal ini demi menghindarkan upaya pemalsuan dokumen dari pihak-pihak yang berkepentingan. “Yang diadili bukan manusia tetapi data. Sejarawan juga diminta untuk menghadirkan data yang kredibel mengenai kasus yang tengah disidangkan. Sejarawan punya kewenangan untuk mengkiritisi arsip yang dihadirkan,” pungkasnya.
Dalam kesempatan ini, Dr. Harto Juwono juga menuturkan kepada para peserta, yang mayoritas adalah mahasiswa sejarah untuk memperluas sudut pandang mengenai karier masa depan. Jika dilihat secara jeli, sejarawan memiliki kekuatan untuk menghadirkan dokumen-dokumen historis yang kredibel. Oleh sebab itu, banyak sejarawan yang saat ini sangat ‘diburu’ oleh industri perfilman sebagai penyedia data, data analyze, dan lainnya.